Razia dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) mengandung arti pemeriksaan serentak. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar bahwa sekolah perlu diadakan razia terhadap siswa yang melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan di sekolah. Razia di sekolah ini (SMP Tunas Agro) dilakukan dalam jangka waktu yang tidak tentu, bisa sebulan sekali, bisa dua bulan sekali atau bahkan tiga bulan sekali.
Hal menarik dari setiap kali diadalakan razia khususnya razia pada bulan Oktober dan November 2010 kemaren adalah didapati banyak siswa yang membawa Hand Phone (HP), dimana barang elektronik tersebut merupakan salah satu barang yang dilarang dibawa ke sekolah (karena terdapat aturan).
Banyak hp siswa yang harus disita oleh sekolah, mulai dari kelas 7 - 9 terjaring kurang lebih 10 buah hp yang disita. Padahal pada awal mereka masuk - pada saat MOS (Masa Orientasi Sekolah) - setiap siswa mulai dari siswa baru sampai dengan siswa lama diingatkan kembali tentang aturan-aturan yang ada di sekolah mulai dari hal-hal yang perlu dilakukan sampai pada hal-hal yang dilarang untuk dibawa ke sekolah. Pada awal masuk berjalan lancar tanpa ada suatu hal patut untuk dirazia. Akan tetapi seiring berjalannya waktu semakin lama semakin banyak didapati siswa yang mulai melanggar aturan sekolah khususnya dalam hal membawa Hp ke sekolah. Akhirnya mereka harus "kucing-kucingan" dengan bapak ibu guru. Banyak cara yang mereka lakukan mulai dari mnyimpannya di kaos kaki, dititipkan disatpam sampai bahkan dimasukkan kedalam sepatu (karena disekolah siswa dilarang memakai sepatu kita masuk kelas).
Akhirnya mereka yang ketahuan membawa hp dan akhirnya terkena razia harus berurusan dengan guru-guru. Sampai pada akhirnya mereka meminta "bantuan" kepada orang tua/walinya untuk mengambilkan hp yang disita oleh sekolah - aturan di sekolah menyebutkan bahwa siswa yang membawa barang-barang elektronik dan kemudian disita akan dikembalikan tiga bulan yang akan datang terhitung dari tanggal digelarnya razia - sebelum waktu yang ditentukan dalam aturan tersebut. Dan alasan yang dikemukakan oleh orang tua siswa adalah -menurut saya alasan yang kurang logis - yakni adalah "bahwa hp tersebut bukan hp milik anak terssebut akan tetapi milik temannya". Bahkan sampai ada yang protes kenapa kok langsung disita hp, kok tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Akhirnya harus dijelaskan bahwasanya ketika siswa masuk dan diterima di sekolah ini sudah dijelaskan mengenai aturan-aturan yang ada di sekolah dan razia ini tidak hanya dilakukan pertama kali ini saja, akan tetapi razia ini telah dilakukan beberapa kali dan yang sering barang yang disita adalah hp. Sebenarnya kalau si siswa mau belajar dari teman-temannya yang lebih dulu terkena razia khususnya hp, mereka sadar bahwa hp merupakan barang yang tidak boleh dibawa ke sekolah. Akan tetapi sepertinya mereka belum mampu untuk belajar dari lingkungan sekitar mereka, mungkin dalam kamus diri mereka - kalau boleh menyebut seperti itu - belajar hanyalah menerima pelajaran dari bapak ibu guru di dalam kelas di luar itu bukanlah suatu hal yang harus dipelajari. Pemikiran yang seperti itu - menurut saya adalah sebuah kesalahan besar dan fatal - hendaknya dirubah mulai dari sekarang bahwasanya belajar itu tidak hanya belajar di dalam kelas, akan tetapi di luar kelas juga merupakan pelajaran yang harus kita pelajari.
Bantuan yang diberikan orang tua/wali dalam kasus ini, menurut saya adalah suatu hal kurang baik dan membuat anak untuk tidak belajar bertanggung jawab atas perbuatan mereka sendiri yang nantinya hanya akan membuat anak selalu tergantung pada orang tua/walinya. Pendidikan untuk membuat anak bertanggung jawab hendaknya diawali dari sekarang, sehingga pada akhirnya mereka mampu untuk bertanggung jawab terhadap segala perbuatan yang telah mereka lakukan tanpa harus bergantung pada orang lain. Keberhasilan suatu pendidikan tidak hanya tergantung dari bapak ibu guru di sekolah akan tetapi juga adanya kerjasama antara sekolah dengan orang tua/wali siswa. Semoga dengan sering dilakukannya razia membuat diri siswa semakin belajar untuk bertanggung jawab tidak hanya belajar saja akan tetap juga belajar bertanggung jawab dalam mematuhi segala aturan yang ada di lingkungan sekitarnya.
Hal menarik dari setiap kali diadalakan razia khususnya razia pada bulan Oktober dan November 2010 kemaren adalah didapati banyak siswa yang membawa Hand Phone (HP), dimana barang elektronik tersebut merupakan salah satu barang yang dilarang dibawa ke sekolah (karena terdapat aturan).
Banyak hp siswa yang harus disita oleh sekolah, mulai dari kelas 7 - 9 terjaring kurang lebih 10 buah hp yang disita. Padahal pada awal mereka masuk - pada saat MOS (Masa Orientasi Sekolah) - setiap siswa mulai dari siswa baru sampai dengan siswa lama diingatkan kembali tentang aturan-aturan yang ada di sekolah mulai dari hal-hal yang perlu dilakukan sampai pada hal-hal yang dilarang untuk dibawa ke sekolah. Pada awal masuk berjalan lancar tanpa ada suatu hal patut untuk dirazia. Akan tetapi seiring berjalannya waktu semakin lama semakin banyak didapati siswa yang mulai melanggar aturan sekolah khususnya dalam hal membawa Hp ke sekolah. Akhirnya mereka harus "kucing-kucingan" dengan bapak ibu guru. Banyak cara yang mereka lakukan mulai dari mnyimpannya di kaos kaki, dititipkan disatpam sampai bahkan dimasukkan kedalam sepatu (karena disekolah siswa dilarang memakai sepatu kita masuk kelas).
Akhirnya mereka yang ketahuan membawa hp dan akhirnya terkena razia harus berurusan dengan guru-guru. Sampai pada akhirnya mereka meminta "bantuan" kepada orang tua/walinya untuk mengambilkan hp yang disita oleh sekolah - aturan di sekolah menyebutkan bahwa siswa yang membawa barang-barang elektronik dan kemudian disita akan dikembalikan tiga bulan yang akan datang terhitung dari tanggal digelarnya razia - sebelum waktu yang ditentukan dalam aturan tersebut. Dan alasan yang dikemukakan oleh orang tua siswa adalah -menurut saya alasan yang kurang logis - yakni adalah "bahwa hp tersebut bukan hp milik anak terssebut akan tetapi milik temannya". Bahkan sampai ada yang protes kenapa kok langsung disita hp, kok tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Akhirnya harus dijelaskan bahwasanya ketika siswa masuk dan diterima di sekolah ini sudah dijelaskan mengenai aturan-aturan yang ada di sekolah dan razia ini tidak hanya dilakukan pertama kali ini saja, akan tetapi razia ini telah dilakukan beberapa kali dan yang sering barang yang disita adalah hp. Sebenarnya kalau si siswa mau belajar dari teman-temannya yang lebih dulu terkena razia khususnya hp, mereka sadar bahwa hp merupakan barang yang tidak boleh dibawa ke sekolah. Akan tetapi sepertinya mereka belum mampu untuk belajar dari lingkungan sekitar mereka, mungkin dalam kamus diri mereka - kalau boleh menyebut seperti itu - belajar hanyalah menerima pelajaran dari bapak ibu guru di dalam kelas di luar itu bukanlah suatu hal yang harus dipelajari. Pemikiran yang seperti itu - menurut saya adalah sebuah kesalahan besar dan fatal - hendaknya dirubah mulai dari sekarang bahwasanya belajar itu tidak hanya belajar di dalam kelas, akan tetapi di luar kelas juga merupakan pelajaran yang harus kita pelajari.
Bantuan yang diberikan orang tua/wali dalam kasus ini, menurut saya adalah suatu hal kurang baik dan membuat anak untuk tidak belajar bertanggung jawab atas perbuatan mereka sendiri yang nantinya hanya akan membuat anak selalu tergantung pada orang tua/walinya. Pendidikan untuk membuat anak bertanggung jawab hendaknya diawali dari sekarang, sehingga pada akhirnya mereka mampu untuk bertanggung jawab terhadap segala perbuatan yang telah mereka lakukan tanpa harus bergantung pada orang lain. Keberhasilan suatu pendidikan tidak hanya tergantung dari bapak ibu guru di sekolah akan tetapi juga adanya kerjasama antara sekolah dengan orang tua/wali siswa. Semoga dengan sering dilakukannya razia membuat diri siswa semakin belajar untuk bertanggung jawab tidak hanya belajar saja akan tetap juga belajar bertanggung jawab dalam mematuhi segala aturan yang ada di lingkungan sekitarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar